Baturraden

Baturraden yang berada di sebelah utara kota Purwokerto dikenal sebagai tempat pariwisata/ tempat peristirahatan sejak tahun 1928. Pada saat itu banyak empoyee pabrik gula (hegeheren) dari Purwokerto, Sumpiuh, Kalibagor, Bojong (Purbalingga) dan Klampok membangun rumah peristirahatan untuk keperluan pribadi, berkembang terus sampai akhirnya pada revolusi fisik oleh pihak Republik dibumi hanguskan.
Satu-satunya peninggalan yang masih utuh hingga saat ini adalah “Induk Taman Ternak” yang pada masa itu adalah milik seorang Belanda J.C. Balgooy.
Karena memang semenjak jaman Belanda, Baturraden sudah mempunyai daya tarik, walaupun sudah dibumi hanguskan tetapi kenangan sebagai tempat rekreasi masih melekat pada masyarakat Banyumas, maka pada tahun 1952 tumbuh pemikiran-pemikiran untuk menghidupkan kembali Baturraden sebagai tempat rekreasi.
Berbagai pertanyaan-pertanyaan tentang kisah nama Baturraden sendiri sering bermunculan, hal ini membuat dorongan bagi pihak pengelola Baturraden untuk berusaha menemukan riwayat dari mana nama Baturraden itu berasal.
Semula pihak pengelola mempunyai dugaan bahwa Baturraden ada sangkut pautnya dengan sejarah Pasir Luhur yang peran utamanya adalah Raden Banyak Catra, seorang Pangeran dari Kerajaan Pajajaran yang berkelana mencari jodoh serupa dengan ibunya. Setelah sampai di Pasir Luhur menggunakan nama samaran sebagai Raden Kamandaka. Akan tetapi setelah ditelusuri serta mendengarkan cerita/ dongeng dari orang-orang tua di sekitar Baturraden, ternyata tidak terdapat tanda-tanda keterkaitan dengan nama Baturraden tersebut.
Dari semua ini pada akhirnya terdapat beberapa versi tentang kisah nama Baturraden. Beberapa kisah tentang Baturraden yang beredar ditengah masyarakat antara lain:

1.Pada jaman dahulu kala disebelah selatan Baturraden terdapat sebuah Kadipaten yaitu Kutaliman, yang Adipatinya gemar memelihara kuda dan mempunyai gamel (pemelihara kuda) yang dengan diam-diam dicintai oleh salah seorang putri Sang Adipati. 
Tatkala hal ini diketahui oleh Sang Adipati, beliau sangat murka, maka diusirlah putrinya bersama si gamel tersebut dan mereka lalu mendepokan disalah satu tempat yang sekarang dikenal dengan nama “Baturraden”. 

2. Dilihat dari susunan kata-katanya, maka nama Baturraden terdiri dari kata-kata:

a.    Batur – radin (tanah datar)
b.    Batur – adi (tanah yang indah)
Dua macam nama ini (a dan b) bukan suatu nama yang berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan wilayah lain sepanjang lereng Gunung Slamet dari arah barat ke timur sampai Dataran Tinggi Dieng.
Disekitar Baturraden terdapat beberapa nama tempat yang diawali dengan kata “Batur” seperti Batur Agung, Batur Golek, Batur Semende, Batur Sengkala, Batur Macan, Batur Duwur, Batur Wadas Galengan dan Batur Begalan.

3. Kisah Syech Maulana Maghribi yang oleh masyarakat sekarang dikenal dengan nama Embah Atas Angin yang petilasannya terdapat dilingkungan Pancuran Pitu, Baturraden.
Yang ketiga (terakhir) inilah yang menurut pendapat para pengelola lebih terdapat keterkaitan dengan nama Baturraden tersebut.

Itulah sebagian dari beberapa versi kisah nama Baturraden yang beredar ditengah masyarakat yang berhasil dihimpun oleh pihak pengelola. Penjabaran lebih luasnya bisa kita baca di buku yang disusun oleh Pengelola Taman Wisata Baturraden (Kisah Nama Baturraden).

Sumber: buku Kisah Nama Baturraden, disusun oleh Pengelola Taman Wisata Baturraden